Thursday, October 1, 2009

Berpasrah KepadaNya

Siang itu tak seperti biasanya perasaanku begitu goyah. Empat kali panggilan tak terjawab dari mas di handphoneku. Hari-hari sebelumnya jarang sekali mas menghubungiku di siang hari, apalagi sampai meninggalkan empat miskol itu. Hatiku tak tenang, terus menerus kucoba menghubunginya tapi sulit sekali. Entah berawal darimana, aku mencoba membuka account facebook miliknya. Lemasnya aku ketika kulihat ada ucapan berduka cita atas meninggalnya ibunda mas. Ya Allah..dua minggu yang lalu aku baru saja menjenguknya, mengapa secepat ini?



Langkahku gontai tak berdaya ketika aku memberi tau berita ini pada mama, aku berucap dan air mata menetes di pipiku. Aku belum bisa percaya..belum. Mengapa Ya Allah? Mengapa?
Sedikit demi sedikit kucoba mengatur nafasku, menenangkan pikiranku dan menjernihkan semuanya. Aku mencoba sedikit demi sedikit tenang, menghela nafas panjang dan mengucap istighfar. Tanpa pikir panjang, papa memesankan tiket untukku dan mama agar segera terbang menuju Makassar. Saat itu hanya ibu dan mas yang ada dibenakku. Walaupun belum mendengar kabar apapun dari mas, aku langsung bersiap menuju airport. Pikiranku kacau, badanku lemas. Yang aku inginkan saat itu hanya kabar dari mas.


Akhirnya mas menghubungiku juga, ternyata pesawatnya baru keesokan harinya berangkat ke Makassar. Sedikit lega hatiku setelah tau dimana dirinya berada saat itu. Pukul 18.30 WIB pesawatku berangkat menuju Makassar. Aku tenangkan hati dan pikiranku. Aku coba untuk tidur di dalam pesawat, melepaskan sedikit ketegangan di saraf-sarafku dan berharap semuanya akan baik-baik saja. Pukul 21.30 WITA pesawat yang kunaiki landing di Bandara Sultan Hasanuddin. Jalan di sekitar tampak basah ketika kulewati, mungkin langitpun menangis pikirku.


Jumat..25 September 2009..
"Mas dah di pesawat yank, tapi pesawatnya transit ke Manado dulu"..sesaat sebelum mas lepas landas dari Ternate menuju Makassar. Aku menuju airport untuk menjemput mas dan kita menuju Jeneponto tempat dimakamkannya ibu. Setelah tiba di airport dan menemukan sosok berbaju loreng berdiri tegap, langsung kuhampiri. Hampir saja butir-butir kesedihan jatuh, tapi kucoba kuatkan diriku karena mas masih bisa tersenyum padaku walaupun aku tau pasti kesedihan sedang menyelimuti hatinya.


Perjalanan menuju Jeneponto tak seperti yang kubayangkan. Memang benar kata mas, jauh. Ya ,jarak yang harus kami tempuh saat itu memang tidak dekat dan sedikit padat. Tapi orang-orang dikampung sudah menunggu kedatangan mas untuk melakukan segala prosesi jenazah. Pikiranku mulai melayang tak karuan selama di mobil. Aku tetap menahan kesedihan untuk menguatkannya..aku coba itu..aku mencobanya.

11.30 WITA..sampai di rumah duka. Jatuh semua air mataku ketika melihat jenazah. Tak tega kulihat mas menangis, tak tega kudengar cerita dari sanak saudaranya. Tak tega aku saat itu. Pedih rasanya hati ini. Bendungan air mataku terus tumpah. Ya Allah, kuatkan kami.


Seusai Ibadah Shalat Jumat, jenazah mulai dimandikan. Kemudian dishalati dan dimakamkan. Dari jauh aku berdiri melihat ibu dikebumikan, mencoba tegar untuk mas kutahan semua kepiluan hatiku. Tiba-tiba salah seorang saudaranya memanggilku untuk mendekat ke makam. Langkahku mulai gontai, badanku terasa lemas. Aku mendekat pada mas dan tiba-tiba aku jatuh melemas tak sadarkan diri.


Ya Allah..lapangkanlah jalan ibu menuju hadapanMu. Hapuskanlah segala dosa-dosanya. Berikan cahaya terang di alam kuburnya. Kuatkan kami yang beliau tinggalkan. Tabahkanlah hati kami untuk menerima semua ini. Hanya Engkau Yang Maha Berkehendak, maka kami pasrahkan segalanya padaMu.


Ooh..bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku..