Wednesday, January 28, 2009

Kualitas atau Kuantitas?

Sore ini, terasa lelah sekali tubuhku. Selepas menunaikan ibadah Shalat Ashar kurebahkan tubuhku di kasur dan kuraih samsung hitamku. Ku ketikkan sms kepada mas.. Setelah itu kuhubungi dirinya. Dalam keadaan letih seperti itu, aku ingin mendengar suaranya. Melepaskan lelah dengan mendengar suaranya bagiku itu cukup. Sore ini aku hanya dapatkan 2 menit dari waktunya. Memang keadaan ini sering terjadi, tapi tak apa lah. Bagiku lebih dari cukup dengan 2 menit itu.

Terkadang perasaan "di duakan" oleh pekerjaannya atau segudang kesibukannya membuatku sedikit kesal. Tapi bukankah ini pembelajaran bagiku bukan? Aku harus kuat dengan keadaan ini, karena aku sendiri yang memilihnya. Tak ada seorang pun yang memaksa, so natural of me. Dengan begini aku hanya mengambil hikmahnya, aku harus mandiri. Walaupun terkadang aku ingin menyampaikan kecerewetanku padanya tapi bukan waktu yang tepat sekarang untuk melakukan hal itu. Inilah fase dimana kau harus membuatnya bangga akan hasil kerja kerasku juga membuktikan kepercayaan yang diberikannya padaku.

Saat-saat sebelum pembicaraan kami diakhiri ia berpesan, " ya gini kalo pacarnya tentara, harus siap ditinggal-tinggal. Yang semangat yah." Terasa sekali maksud omongannya. Aku terpacu dengan kata-kata yang secuil itu. Aku semakin yakin bahwa aku bisa melalui semuanya. Semakin kurenungkan maka semakin pasti langkahku. Satu hal juga yang aku sadari betul yaitu, kualitas yang lebih penting daripada kuantitas. Ku akui itu penting, dan mengandung arti yang dalam. Penafsiran yang minimalis bukan?

Friday, January 23, 2009

Perubahan..haruskah?

Seiring dengan berjalannya waktu..banyak hal yang mengikuti perjalanan waktu itu juga. Tanpa kita sadari semua itu berjalan dengan sendirinya dan terlihat amat natural. Namun, apabila perubahan itu menimbulkan dampak-dampak yang setidaknya melenceng dari sebelum perubahan dimulai, apakah masih bisa dinyatakan bahwa "perubahan itu awal dari kesuksesan". Fenomena ini terkesan ganjil mungkin, akan tetapi dengan merasakan adanya perbedaan-perbedaan tersebut, kita lebih peka terhadap apa yang kita hadapi sesungguhnya.
Semua itu saya rasakan sendiri saat ini, dan ketika saya menulis postingan ini pun kejadiannya masih berlangsung dan saya juga tidak tahu kapan akan berakhir. Akhir-akhir ini, tepatnya semenjak saya duduk di tingkat akhir SMA. Entah saya terlalu sensitif atau memang ini yang sedang terjadi, saya mendapati beberapa teman yang dekat dengan saya agak berubah sikapnya. Menurut penilaian saya, mereka menjadi tidak sepaham dengan saya. Yang biasanya berbagi pengalaman, kini tidak lagi. Yang biasanya tegur sapa, kini tidak lagi. Apa ada yang salah dengan diri saya? Saya mengajukan pertanyaan itu berulang kali terhadap diri saya sendiri sebelum mengutarakan pikiran saya ini. Dan mungkin hal ini benar.

Salah seorang sahabat saya juga menyadari hal itu. Kami berdua berpikir bahwa perubahan dari mereka yang kami maksud jelas adanya. Sebagai seorang teman saya hanya bisa menilai, untuk memberi tahu perubahan mereka mungkin kurang pantas saya sampaikan. Mungkin ada yang a berpendapat bahwa saya seharusnya memberi tahu mereka, tapi saya teringat pembicaraan saya dengan seorang psikolog di Jakarta beberpa waktu lalu. Jika kita mendapati orang lain berbuat sesuatu yang salah, jangan langsung memberi tahunya. Lihat sikonnya dan apakah perbuatan mereka mengganggu orang lain atau tidak. Mungkin pada saat ini hanya saya dan sahabat saya yang merasa terganggu oleh perubahan sikap yang drastis itu, tetapi jika di lain hari keadaan ini merubah pandangan orang lain, tindakan saya sebagai teman akan berlanjut.

Ya, inilah hidup. Segala sesuatunya dapat terjadi, hanya itu yang terus saya ingat di benak saya. Ketika seseorang beranjak ke jenjang yang lebih tinggi, terkadang perubahan itu muncul. Sifat dasar manusia lah semuanya. Merasa ingin terlihat menonjol, lebih hebat dan ingin dihargai oleh semua orang.. Mungkin fase ini yang sedang saya hadapi. Dimana saya berhadapan dengan teman-teman yang sedang menuju pencarian jati diri sebenarnya dan termasuk saya di dalamnya.
Inilah perjalanan dan masa yang haru s dihadapi. Dengan segala situasi dan kondisi, kita harus dapat menyesuaikan. Seperti hukum alam Siapa yang dapat menyesuaikan diri, maka dialah yang dapat bertahan hidup.

Saturday, January 10, 2009

13 menit 2 detik..

Siang ini pukul 11.21 waktu Indonesia bagian barat..handphoneku bergetar pertanda sms masuk.
Kulihat samsung hitamku dan ternyata sms itu datang dari orang yang kusayang, "mas" begitulah aku memanggilnya dan nama itu yang kutulis di hpku. Sontak aku gembira, karena beberapa hari ini dirinya sangat sibuk sekali sampai" smsku jarang sekali dibalasnya. Kubuka sms itu, disana tertulis "Yank gi apa? Klo ga sbk telp mz skrg." Tanpa pikir panjang,langsung kuhubungi dirinya.

Senang sekali kudengar suaranya,tak bisa kuungkapkan bagaimana bahagianya diriku saat mendengar suaranya setelah beberapa hari tak ku tahu pasti bagaimana keadaannya begitupun dirinya. Setelah berbasa-basi,aku mengajukan pertanyaan padanya, "mas boleh nangis ga?". Pertanyaan aneh menurutku, terlalu bodoh kutanyakan hal itu. Tapi tak lama kutanyakan hal itu langsung menetes air mata di pipiku. Tak kuasa ku menahan rindu ini. Semenjak pertemuan kami kurang lebih 2 bulan yang lalu, kami memang tak pernah bertemu lagi dan entah kapan pertemuan selanjutnya terjadi.

Setelah mendengar tangisku ia langsung menenangkanku, "yank, jangan nangis. kalo nangis mas juga sedih.", pintanya agar menghentikan tangisku. Dengan sedikit terisak aku berkata, "aku ga nangis sedih mas, aku kangen banget sama mas." Ketika itu perasaanku sungguh campur aduk, tak tahu harus bagaimana kucurahkan rasa rinduku padanya. Aku memang sadar betul bahwa profesinya sebagai abdi negara itu sungguh berat, apalagi kini dirinya baru ditempatkan pada tempat dinas pertamanya. Dari awal aku tahu bahwa jika ia akan ditugaskan di Ambon, dan aku tak mempermasalahkan hal itu. Merupakan suatu kebanggaan bagiku dirinya ditempatkan di daerah yang rentan konflik.

Pembicaraan siang ini memang tak bisa lama seperti biasanya. Kami bisa menghabiskan waktu satu hingga dua jam untuk berkomunikasi lewat handphone. Ya, karena jarak yang begitu jauh kami hanya bisa mengetahui keadaan masing" melalui handphone. Memang tak banyak yang bisa kami bicarakan tadi siang, hanya saling berpesan.

13 menit 2 detik..waktu singkat untuk saling berbagi,berpesan. Air mataku tumpah tak tertahankan,jatuh begitu saja. Tak seperti biasanya aku begitu melankolis. Hanya saat" tertentu aku bisa meneteskan air mata. Dan sepertinya kali ini aku benar-benar melankolis. 13 menit 2 detik itu sungguh berarti..